Testimoni Satya Ika Rini, S.Pd.: Membangun Kecerdasan Emosional di Kelas SMAN 8 Semarang
Saya, Satya Ika Rini, S.Pd., seorang guru di SMAN 8 Semarang, merasa terhormat bisa berbagi pengalaman saya setelah mengikuti diklat yang sangat berharga ini. Keputusan untuk ikut serta dalam program ini datang dari kesadaran saya bahwa tantangan di kelas saat ini tidak hanya terbatas pada aspek akademik, tetapi juga sangat berkaitan dengan kondisi emosional dan sosial siswa.
Dalam beberapa waktu terakhir, saya menyaksikan banyak siswa yang kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, atau bahkan menarik diri dari interaksi sosial. Sebagai seorang pendidik, saya merasa belum sepenuhnya memahami cara terbaik untuk mendampingi mereka secara emosional. Oleh karena itu, mengikuti diklat ini menjadi langkah penting bagi saya.
Dari pengajaran yang saya terima, saya belajar bahwa mengenali kondisi emosional siswa sangat penting dalam menyesuaikan pendekatan mengajar. Misalnya, ketika saya menyadari bahwa siswa tampak lelah atau tertekan, saya mulai menerapkan metode yang lebih santai, memberikan waktu istirahat sejenak, atau sekadar mendengarkan cerita mereka. Dari situ, saya menyadari bahwa menghargai emosi siswa sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan keberhasilan mereka dalam belajar.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan selama diklat adalah simulasi peran yang kami lakukan. Dalam simulasi ini, saya berperan sebagai guru yang menghadapi siswa yang tampak marah dan enggan bekerja sama. Situasi ini memberikan saya wawasan mendalam tentang bagaimana cara menghadapi siswa dalam keadaan emosional yang sulit. Saya belajar untuk tidak hanya merespons perilaku mereka, tetapi juga berusaha memahami sumber emosi tersebut.
Melalui berbagai strategi yang saya pelajari, seperti mendengarkan aktif dan validasi emosi, saya merasa lebih mampu menjalin hubungan yang positif dengan siswa. Saya menjadi lebih sabar dan menyadari bahwa di balik perilaku negatif sering kali terdapat emosi yang belum tersampaikan. Kini, saya lebih reflektif dalam mengajar dan menyadari bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya bergantung pada materi, tetapi juga pada hubungan emosional yang sehat antara guru dan siswa.
Perubahan ini membuat saya berkembang menjadi pribadi yang lebih tenang, dewasa, dan mampu menjadi teladan dalam mengelola emosi—baik untuk diri saya sendiri maupun untuk siswa saya. Dengan pendekatan yang lebih empatik dan humanis, saya semakin yakin bahwa setiap siswa memiliki potensi untuk belajar dan tumbuh, asalkan mereka merasa didengar dan dihargai. Saya berkomitmen untuk meneruskan pelajaran berharga ini ke dalam praktik mengajar saya, demi menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik di SMAN 8 Semarang.
Leave a Comment