Testimoni Haryana, S.Pd. tentang Pengalaman Mengikuti Diklat Kecerdasan Emosional
Nama saya Haryana, S.Pd., dan saya merupakan guru di SMAN 8 Semarang. Saya ingin berbagi pengalaman yang sangat berarti bagi perjalanan saya sebagai pendidik setelah mengikuti diklat yang fokus pada pengembangan kecerdasan emosional. Keputusan untuk mengikuti diklat ini muncul dari kesadaran saya bahwa tantangan yang dihadapi di kelas saat ini tidak hanya berkaitan dengan aspek akademik, tetapi juga dengan kondisi emosional dan sosial siswa.
Dalam keseharian, saya sering menjumpai siswa yang kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, atau bahkan menarik diri dari aktivitas belajar. Saya merasa belum sepenuhnya memahami cara terbaik untuk mendampingi mereka secara emosional. Oleh karena itu, saya sangat antusias mengikuti diklat ini, berharap dapat menemukan solusi yang tepat.
Setelah mengikuti diklat, saya mulai menerapkan salah satu strategi yang diajarkan, yaitu melakukan check-in emosional di awal pembelajaran. Saya meminta siswa untuk menuliskan atau menyebutkan perasaan mereka hari itu menggunakan istilah “cuaca emosi”, seperti “cerah” untuk bahagia atau “hujan deras” untuk merasa sedih. Pendekatan ini ternyata sangat membantu dalam memahami suasana hati siswa, dan mereka tampak lebih terbuka dalam berbagi perasaan.
Salah satu momen paling berkesan selama diklat adalah saat kami melakukan simulasi peran antara guru dan siswa dalam situasi emosional yang sulit. Dalam simulasi tersebut, saya berperan sebagai guru yang harus menghadapi siswa yang marah dan enggan untuk bekerja sama. Pengalaman tersebut memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana mengelola emosi dan berkomunikasi efektif dengan siswa.
Kegiatan dalam diklat ini tidak hanya membantu saya tumbuh sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik yang lebih peka dan empatik. Saya belajar bahwa mengelola emosi siswa berawal dari kemampuan saya mengenali dan mengatur emosi pribadi. Melalui strategi mendengarkan aktif, validasi emosi, dan membangun komunikasi yang aman, saya merasa lebih mampu menjalin hubungan positif dengan siswa.
Perubahan ini membawa dampak besar dalam cara saya mengajar. Saya kini lebih sabar dan memahami bahwa di balik perilaku siswa sering kali terdapat emosi yang belum tersampaikan. Sebagai hasilnya, saya tidak lagi cepat bereaksi dengan emosi negatif saat menghadapi siswa yang sulit. Saya berusaha memahami dan mendampingi mereka secara emosional.
Satu hal yang saya sadari, sebagai guru, saya bertumbuh menjadi pribadi yang lebih tenang, dewasa, dan mampu menjadi teladan dalam mengelola emosi—baik untuk diri sendiri maupun untuk siswa. Pengalaman ini memberikan saya keyakinan bahwa pendidikan yang efektif harus melibatkan hubungan emosional yang sehat antara guru dan siswa.
Leave a Comment