
SAPANESIA ID- Perubahan dalam dunia pendidikan bukan lagi sekadar isu, melainkan kenyataan yang perlu dihadapi dengan kesiapan dan keberanian. Bagi sebagian guru, kemajuan teknologi menjadi tantangan baru. Namun, bagi Lidya Sari Dewi, S.Sos., guru SMA Negeri 1 Payakumbuh, perubahan tersebut justru menjadi ruang untuk bertumbuh. Melalui program Studio Bahan Ajar, Lidya menemukan cara baru untuk mendekatkan diri kepada peserta didik, bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator pembelajaran yang adaptif.
“Pengalaman saya selama mengikuti kegiatan di Studio Bahan Ajar sangat menyenangkan karena saya dapat ilmu untuk membuat perangkat ajar dengan mudah dan praktis,” ungkap Lidya. Kegiatan ini memperkenalkannya pada berbagai media dan alat digital seperti Canva, ChatGPT, dan fitur Artificial Intelligence (AI) yang selama ini belum terlalu ia eksplorasi. Menurutnya, kehadiran alat-alat tersebut membuat penyusunan perangkat ajar menjadi lebih efisien sekaligus menarik secara visual.
Seperti halnya banyak guru lainnya, Lidya juga menghadapi tantangan dari dalam diri. “Tantangan untuk membuat perangkat ajar ini adalah perasaan malas untuk memulai, dan cara saya untuk mengatasinya adalah dengan memberikan keyakinan bahwa lawan malas dengan aksi,” ujarnya jujur. Baginya, perjuangan terbesar bukanlah memahami teknologi, melainkan mengalahkan keraguan dan kemalasan yang sering datang sebelum mencoba.
Lidya tidak berhenti pada mempelajari, tetapi juga bertekad untuk mengaplikasikan apa yang ia pelajari ke dalam praktik pembelajaran nyata. “Saya harus bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat dan bisa menghasilkan perangkat ajar yang kreatif dan menarik,” katanya. Semangat tersebut menjadi contoh nyata bahwa pelatihan tidak hanya berhenti di ruang teori, tetapi menjadi bagian dari perjalanan profesional guru.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kualitas kegiatan, Lidya juga menyampaikan masukan dengan cara yang elegan. Ia berharap aspek profesionalitas dapat ditingkatkan dalam penyelenggaraan berikutnya. “Mohon maaf untuk narasumber, ilmunya bagus, tetapi performa narasumber dengan kaus oblong bisa diganti dengan yang lain. Maaf ya, saya tidak bermaksud menyinggung,” tambahnya.
Kini, Lidya siap membagikan pengalaman tersebut agar menjadi inspirasi bagi rekan-rekan guru lainnya. Ia percaya bahwa dunia pendidikan membutuhkan lebih banyak guru yang berani keluar dari batas kapur dan spidol, lalu melangkah ke ruang digital dengan keyakinan, kreativitas, dan niat tulus untuk terus belajar.
Muhammad Yunus on July 15, 2025
Leave a Comment